Pages

Labels

Tampilkan postingan dengan label Jalan-Jalan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Jalan-Jalan. Tampilkan semua postingan

Minggu, 24 Mei 2015

Catatan Perjalanan Tour Guide Gagal: Menuju Puthuk Krebet

Beberapa hari yang lalu temanku menulis status di fesbuk kalau dia pengin pergi main ke danau warna-warni di daerah Pucanglaban. Kami saling berkomentar mempermasalahkan nama tempat itu. Dian menyebutnya Danau Lima Warna. Aku tahunya Danau Tiga Warna. Padahal aku pernah baca sekilas di internet kalau jumlah danaunya ada empat. Pusing deh ya, ga jelas mana yang benar. Setelah mencari-cari lagi di internet, sepertinya masyrarakat sekitar menyebutnya Puthuk Krebet. Jadilah nama itu yang kami pakai.

Saat temanku menulis statusnya itu, dalam hati aku langsung menyetujui untuk main ke sana. Konyolnya, di antara kami bertiga (aku, Dian, Vika) sama sekali belum pernah ada yang ke sana. Ya, aku pikir tempatnya pastilah cukup besar untuk terlihat jelas di Google Maps atau Wikimapia. Aku buka peta, dan ya, memang terlihat cukup jelas. Dari peta juga, aku melihat bahwa Puthuk Krebet tidak begitu jauh dari Jalan Raya Kalidawir. Sepertinya jalan menuju ke sana tidak begitu sulit.

Hari yang dinanti-nantikan pun tiba. Sabtu, 23 Mei 2015, pukul tujuh pagi kami bertiga berangkat. Kami tiba di ujung Jalan Raya Kalidawir kira-kira pukul delapan. Saat itu aku agak kebingungan. Tadi selama perjalanan aku tidak menemukan jalan ke arah timur yang seharusnya kami lalui, dan tahu-tahu saja sudah tiba di lereng gunung. Haha, syok bener.


Pas di dekat ujung Jalan Raya Kalidawir ada gang menurun ke arah timur. Jalannya tidak terlalu lebar, tetapi sudah dicor beton rapi sehingga terlihat cukup mudah dilewati. Aku mendapat firasat jalan itu bisa dilalui, maka kutawarkan untuk lewat situ saja. Dian dan Vika setuju, jadi kami lewat situ.

Awalnya aku agak syok karena kami lewat ladang-ladang tepi hutan, ga terlihat ada rumah penduduk. Setelah melewati jembatan, kami menemui persimpangan. Dengan pedenya, aku milih belok ke kiri, berharap kami akan mencapai jalan yang benar. Kemudian kami ketemu belokan lagi, dan lagi. Aku berusaha supaya kami bisa mengarah ke utara.


Garis warna hijau terang itu Jalan Raya Kalidawir. Garis merah adalah rute yang gue rencanakan buat dilewati. Garis kuning adalah rute kami waktu berangkat dan nyasar di Desa Manding.
Selepas melewati Balai Desa Manding, kami tiba di ujung perkampungan dan sampai di ladang-ladang lagi. Aku jadi semakin syok karena sepertinya kami tersesat. Gue merasa gagal sebagai penunjuk arah (ya sebetulnya gue emang ga tau jalan sih). Penuh harapan kami melanjutkan perjalanan dan menemukan sebuah sungai yang indah sekali (yang sayangnya tidak sempat kufoto). Setelah melewati sungai, kami melewati jalan menanjak yang cukup curam dan kemudian tiba di persimpangan jalan yang lebih lebar. Di situ aku merasa bahwa kami tiba di jalan yang benar.

Kami mengambil jalan ke arah timur. Di sebuah belokan, kami menemukan patok yang bertulisan 'Desa Panggunguni'. Wah, senangnya, kami memang berada di jalan yang benar. Kami melanjutkan perjalanan ke utara dan menemukan papan pentunjuk yang bertuliskan 'Tempat Parkir Danau Biru'. Kami telah sampai ke tempat yang kami tuju!


Pas di depan tempat parkir terdapat cekungan besar (mungkin lebih tepat disebut kubangan daripada danau) yang berisi air berwarna biru toska. Airnya benar-benar biru! Lebih biru daripada langit pagi yang cerah. Dian dan Vika pun berebutan minta difoto.


Airnya tenang bak cermin warna biru.



Menurut cerita, Puthuk Krebet ini dulunya adalah lokasi pertambangan batu perhiasan; mungkin sejenis lapis lazuli, opal, atau agate. Pengusaha tambang itumenggali-gali tanah di Desa Panggunguni ini, namun kemudian kabur dan menelantarkan lahan bekas galian. Bukit yang ditambang terlanjur tandus, dan tidak direklamasi sehingga meninggalkan beberapa lubang bekas galian. Nah, lubang-lubang inilah yang kemudian terisi air menjadi semacam danau kecil. Air yang menggenang menjadi berwarna karena melarutkan mineral-mineral tambang yang tersisa.


Saking gersangnya, cuma beberapa jenis semak dan tanaman paku aja yang tumbuh di sekitar kubangan.
Kubangan berisi air biru tidak hanya ada di depan tempat parkir saja. Di sisi kiri jalan menuju tempat parkir ada sebuah kubangan dengan air biru toska juga. Tapi yang satu ini dikelilingi tebing batu tinggi. Suasananya jadi tenang dan agung. Sayangnya ada beberapa sampah plastik berserakan yang merusak pemandangan.


Di sini suara kita agak bergema karena dikelilingi tebing.


Balik lagi ke tempat parkir, dari sana ada jalan menanjak menuju puncak bukit. Karena panasaran, kami berjalan ke sana. Jalannya cukup terjal. Apalagi karena sudah mulai memasuki musim kemarau, debu-debu bertebaran. Ditambah panas matahari yang cukup menyengat, lumayan juga tenaga yang harus dikeluarkan untuk mencapai puncak.


Tejal, panas, dan berdebu.
Sesampainya di puncak, kami mendapati sebuah kubangan lagi yang berisi air berwarna hitam. Begitu gelap warnanya, sampai-sampai kalau dilihat dari atas seperti lubang tak berdasar.


Begitu gelap warna airnya hingga dasarnya tidak terlihat.

Itu biru-biru bukan karena vandalisme, tapi emang warna batunya biru begitu.

Adakah yang bisa menemukan sandal pada gambar di atas?
Puas berfoto, kami mencoba mencari kubangan lain. Vika bilang temannya sempat berfoto di danau kecil memanjang. Kami pun berjalan ke arah barat laut yang agak menanjak. Di sana ternyata memang ada sebuah kubangan berisi air berwarna hijau viridian. Dasar kubangan cukup dalam, sementara kami berdiri di tepiannya yang terjal. Jadi harus berhati-hati saat ada di sana.


Di foto jadi kelihatan hitam, padahal aslinya hijau.
Aku lihat ke peta lagi, sepertinya ada sebuah kubangan lagi di balik danau hitam. Aku menaiki lereng danau hitam dan mendapati sebuah kubangan yang lebih kecil di baliknya. Kami bertiga kesana untuk melihat-lihat. Kubangan kelima yang kami temui ini memang lebih kecil dan lebih dangkal dari empat kubangan lainnya. Warna airnya hijau terang.


Kubangan yang ini sepertinya hampir kering.


Kalau diperhatikan, air di setiap kubangan sepertinya terus menyusut dari waktu ke waktu. Apalagi sekarang masuk musim kemarau. Kami perhatikan hanya danau biru di tempat parkir saja yang mendapat aliran air dari sungai kecil (dan alirannya pun benar-benar kecil sekali). Keempat kubangan yang lain benar-benar putus dari sumber air dan sepertinya hanya menampung sisa-sisa air hujan yang tidak terserap tanah. Beberapa bulan ke depan mungkin akan ada kubangan yang mengering. Sungguh beruntung karena kami bisa menemui lima danau kecil. Kalau di musim hujan, entah ada berapa kubangan di sana.


Peta Kawasan Puthuk Krebet per 23 Mei 2015
Puas berfoto (yang kebanyakan adalah foto Dian, atau Vika, atau keduanya), kami pun pulang. Kami sepakat mengambil jalan yang 'benar' alias bukan jalan yang dilewati waktu berangkat tadi. Awalnya sih seneng, tapi lama-lama senep. Iya sih, jalannya lebih lebar, tapi kualitasnya putus-putus. Ada aja cor-coran yang rusak. Lebih banyak lagi makadam berbatu-batu. Kecuraman lerengnya? Wu.... ekstrim ulala~~~. Lebih syok lagi, mendekati Jalan Raya Kalidawir, jalannya menyempit. Pantesan waktu lewat jalan raya ga kelihatan; selain jalannya emang imut, pun pake diapit pertokoan sehingga ga begitu keliatan. Emang aneh, tapi kami bersyukur walau berangkatnya nyasar, namun jalannya bagus mulus bener. Lebih bersyukur lagi, bisa pulang dengan selamat.

Rabu, 23 Juli 2014

Kembang Liar

Esuk-esuk wayah langit cerah paling asik pancen sepedhahan nyang sawah. Mumpung durung pati panas. Kadhang ing pinggir kali ana kembang apik-apik sing kaya celuk-celuk njaluk ditandur nyang omah. Iki jalurku sepedhahan liwat kali Buk Macan Desa Pojok, Kecamatan Campurdarat.

Iki kembang Tithonia. Mbiyen wis tau daktulis ing kene. Yen dipikir-pikir, kali panggen olehku winihe mbiyen ya sajalur karo kali sing dakliwati iki. Bedane mbiyen aku liwat sing kulone Buk Macan, sing iki turut etane.
Esuk-esuk ngene iki yen kena srengenge, byuh rupane apik tenan.


Iki kembang apa, mbuh aku ra weruh jenenge. Rupane apik sih, tapi metu erine. Ra pati atos sih erine, tapi yen kenekan ya panggah lara.



Wis bolak-balik weruh kembang lantana ngene iki sakjane, tapi yen esuk-esuk ngene pancen ketara apik. Rupane maneka warna. Apik, tapi aku wegah nandur ing omah. Gah tenan, akeh erine. Kathik ambune macem-macem, ana sing wangi, ana sing bacin. Tapine aku ra apal sing wangi sing jenis endi wae.



Senin, 07 April 2014

Ke Sawah

Wah, sawah kalau menjelang panen gini cantik lho.... Tanaman padi berbuah, mulai menguning dan membawa harapan akan terjaminnya pangan penduduk negeri ini sehingga terhindar dari bahaya kelaparan. Aamiin. Sawah yang kufoto ini ada di Desa Tanggung, Kec. Campurdarat.





Di sawah ga cuma ada tanaman padi doang lho.... Kalau beruntung bakalan ketemu sama kembang cantik macam kembang gedhang (Heliconia sp.) kaya gini....




Selasa, 25 Maret 2014

Jalan-Jalan Keliling Desa (Lagi)

Sebulan setelah postingan yang ini, aku jalan-jalan pagi lagi. Ehm, lebih tepatnya naik sepeda keliling desa. Kali ini aku berkunjung ke sebelah barat desaku. Lupa nama daerahnya apa, yang jelas masuk wilayah Kecamatan Gondang. Kebetulan di jalan ketemu kuburan yang penampakannya tidak begitu cantik. Isi lahan pemakaman cuma kijingan dan beberapa tanaman yang kesepian. Tidak begitu indah dipandang.



Sorenya keliling desa lagi. Kali ini ke Desa Tanggung. Acaranya berkunjung ke bunga kenikir kuning yang tumbuh di kali depan sekolahan. Bunganya mekar, bagus-bagus....



Foto yang ini diedit pake fitur auto-adjusment, soalnya keburu capek ngedit dan bingung mau digimanain.

Selasa, 25 Februari 2014

Jalan-Jalan Keliling Desa

Kemarin cuaca cerah sekali. Langit biru membentang berhias awan putih cantik berarak. Sayang banget kalau ga dipake main keluar rumah. Cuman, akunya telat menyadari cuaca yang indah ini. Mau main ke Bendungan Wonorejo udah siang, pukul sembilan, ga enak kalau kepanasan di jalan. Jauh pula, belasan kilometer jaraknya dari rumah. Ya, main ke Bendung Pucungkidul yang dekat akhirya jadi pilihan.

Di tengah perjalanan menuju bendungan, mampir dulu di sawah Pucungkidul.



Bendungan Pucungkidul yang ukurannya kecil letaknya tepat di kaki bukit. Ya, bukitnya yang keliatan di foto-foto tadi. Sekitar bendungan adalah hutan rakyat, jadi ga liar-liar amat suasananya.
 Ini pemandangan dari hutan ke arah waduk.
 Ini tanaman kayaknya dulu banget sengaja ditanam di sini waktu waduknya surut. Kalau hujan ya kebanjiran.
 Ini bendungannya. Imut banget kan?
 Ga lupa ngambil foto langit juga.

Dari bendungan, lanjut naik sepeda ke arah barat lewat jalan di kaki bukit yang agak-agak terjal. Sampailah di Desa Tanggung. Sesuai namanya, tanggung banget kalau nyampe situ terus pulang. Mending belok ke selatan, lanjut terus sampai pol. Kalau udah mentok berarti udah sampai Desa Pojok. Nah, di sebelah selatan sawah ada bukit kecil yang bagus. Kebetulan di punggung bukit ada jalan yang bisa didaki. Naik ke atas asyik, lho. Cuman jalannya emang agak terjal. Udah gitu lumayan panas juga. Tapi tetep aja asyik.
Ini foto dari punggung bukit. Dua tonjolan di bawah awan sebelah kiri adalah puncak bukit yang ada Bendungan Pucungkidul tadi. Letak bendungannya bukan di sisi yang menghadap foto, tapi sisi sebaliknya.
Ini foto kalau kita menghadap ke utara. Keliatan sawah Pojok sama jalan desa yang tadi dilalui sebelum mencapai bukit ini.
Ngeliat foto ini jadi pengin main ke lembah-lembah Eropa. Atau lebih mirip taman di film India? Yang mau syuting india-indiaan tinggal nari-nari ngelilingin pohon di sini. Awas jatuh karena lerengnya lumayan curam.
 Ini nih jalan naik tadi. Ini difoto dari atas bukit.
Kalau dilihat dari bawah kaya gini.
 Ini ada gundukan batu di pinggir jalan.


Bonus dua foto yang kuambil sore hari.