Pages

Labels

Selasa, 25 Februari 2014

Jalan-Jalan Keliling Desa

Kemarin cuaca cerah sekali. Langit biru membentang berhias awan putih cantik berarak. Sayang banget kalau ga dipake main keluar rumah. Cuman, akunya telat menyadari cuaca yang indah ini. Mau main ke Bendungan Wonorejo udah siang, pukul sembilan, ga enak kalau kepanasan di jalan. Jauh pula, belasan kilometer jaraknya dari rumah. Ya, main ke Bendung Pucungkidul yang dekat akhirya jadi pilihan.

Di tengah perjalanan menuju bendungan, mampir dulu di sawah Pucungkidul.



Bendungan Pucungkidul yang ukurannya kecil letaknya tepat di kaki bukit. Ya, bukitnya yang keliatan di foto-foto tadi. Sekitar bendungan adalah hutan rakyat, jadi ga liar-liar amat suasananya.
 Ini pemandangan dari hutan ke arah waduk.
 Ini tanaman kayaknya dulu banget sengaja ditanam di sini waktu waduknya surut. Kalau hujan ya kebanjiran.
 Ini bendungannya. Imut banget kan?
 Ga lupa ngambil foto langit juga.

Dari bendungan, lanjut naik sepeda ke arah barat lewat jalan di kaki bukit yang agak-agak terjal. Sampailah di Desa Tanggung. Sesuai namanya, tanggung banget kalau nyampe situ terus pulang. Mending belok ke selatan, lanjut terus sampai pol. Kalau udah mentok berarti udah sampai Desa Pojok. Nah, di sebelah selatan sawah ada bukit kecil yang bagus. Kebetulan di punggung bukit ada jalan yang bisa didaki. Naik ke atas asyik, lho. Cuman jalannya emang agak terjal. Udah gitu lumayan panas juga. Tapi tetep aja asyik.
Ini foto dari punggung bukit. Dua tonjolan di bawah awan sebelah kiri adalah puncak bukit yang ada Bendungan Pucungkidul tadi. Letak bendungannya bukan di sisi yang menghadap foto, tapi sisi sebaliknya.
Ini foto kalau kita menghadap ke utara. Keliatan sawah Pojok sama jalan desa yang tadi dilalui sebelum mencapai bukit ini.
Ngeliat foto ini jadi pengin main ke lembah-lembah Eropa. Atau lebih mirip taman di film India? Yang mau syuting india-indiaan tinggal nari-nari ngelilingin pohon di sini. Awas jatuh karena lerengnya lumayan curam.
 Ini nih jalan naik tadi. Ini difoto dari atas bukit.
Kalau dilihat dari bawah kaya gini.
 Ini ada gundukan batu di pinggir jalan.


Bonus dua foto yang kuambil sore hari.


Kamis, 06 Februari 2014

Putih-Putih

Salah satu tanaman hias di rumahku sedang berbunga. Gak tanggung-tanggung bunganya banyak sekali. Warnanya putih, kecil-kecil bergerombol seperti kembang api.
Orang-orang sini sih menyebutnya pring hias atau bambu hias. Tapi setelah aku cek klasifikasi biologisnya, kekerabatannya dengan tanaman bambu cukup jauh. Tanaman ini punya nama latin Dracaena surculosa. Ia lebih berkerabat dengan pohon naga yang getahnya dipake buat memoles biola.
Kucari nama Inggrisnya dan hasilnya cukup mengagetkan. Namanya Gold Dust Dracaena. Keren bingit kan? Yang bikin aku kaget adalah... frase gold dust itu merujuk pada bintik-bintik yang secara alami mucul di permukaan daunnya. Selama ini dengan tololnya aku mengira bintik-bintik itu muncul karena tanamannya terkena penyakit atau daunnya berkarat akibat tetesan air. Hahaha....
Oh iya, setiap kuntum bunga ini cuma mekar sekali doang di malam hari. Pagi hari dia udah layu. Gerombolan bunganya mekar bergantian sehingga bisa dinikmati selama beberapa hari.
Sifat bunganya yang mekar di malam hari mengingatkanku pada bunga lidah mertua (Sanseviera trifasciata) dan wijaya kusuma (Epiphyllum oxypetalum). Warnanya juga sama-sama putih. Bentuk kembang pring hias lumayan mirip dengan kembang lidah mertua; hanya beda susunannya saja. Wangi ketiga bunga tersebut juga mirip; halus dan manis. Tapi hati-hati, wangi bunga malam gini kalau kelamaan dihirup bisa bikin kepala puyeng.
Nih foto-fotonya....







Minggu, 02 Februari 2014

Malih Rupa

Di halaman rumahku ada kembang sepatu cantik. Tanaman ini punya nama ilmiah Hibiscus mutabilis. Kalau pagi-pagi warnanya putih. Beranjak siang, warnanya perlahan-lahan berubah jadi pink. Makin sore warnanya makin tebal.