Pages

Labels

Sabtu, 25 Juli 2015

Kupatan

Perhatian!

Tahun-tahun mendatang, kalau mau ikut merayakan kupatan (lebaran ketupat) di Desa Boyolangu, datanglah pagi-pagi. Soalnya jam 10-11an, acaranya udah bubar. Ini gue baru pulang kampung, niatnya mau ikutan juga. Tapi ternyata di jalan-jalan udah pada masang tulisan 'ketupat habis'. Ga sedikit yang udah beresin kursi meja dan aksesoris lainnya. Pokoknya udah bubar. Untunglah, di rumah gue disisain satu porsi buat gue makan. Asyik....

Minggu, 24 Mei 2015

Catatan Perjalanan Tour Guide Gagal: Menuju Puthuk Krebet

Beberapa hari yang lalu temanku menulis status di fesbuk kalau dia pengin pergi main ke danau warna-warni di daerah Pucanglaban. Kami saling berkomentar mempermasalahkan nama tempat itu. Dian menyebutnya Danau Lima Warna. Aku tahunya Danau Tiga Warna. Padahal aku pernah baca sekilas di internet kalau jumlah danaunya ada empat. Pusing deh ya, ga jelas mana yang benar. Setelah mencari-cari lagi di internet, sepertinya masyrarakat sekitar menyebutnya Puthuk Krebet. Jadilah nama itu yang kami pakai.

Saat temanku menulis statusnya itu, dalam hati aku langsung menyetujui untuk main ke sana. Konyolnya, di antara kami bertiga (aku, Dian, Vika) sama sekali belum pernah ada yang ke sana. Ya, aku pikir tempatnya pastilah cukup besar untuk terlihat jelas di Google Maps atau Wikimapia. Aku buka peta, dan ya, memang terlihat cukup jelas. Dari peta juga, aku melihat bahwa Puthuk Krebet tidak begitu jauh dari Jalan Raya Kalidawir. Sepertinya jalan menuju ke sana tidak begitu sulit.

Hari yang dinanti-nantikan pun tiba. Sabtu, 23 Mei 2015, pukul tujuh pagi kami bertiga berangkat. Kami tiba di ujung Jalan Raya Kalidawir kira-kira pukul delapan. Saat itu aku agak kebingungan. Tadi selama perjalanan aku tidak menemukan jalan ke arah timur yang seharusnya kami lalui, dan tahu-tahu saja sudah tiba di lereng gunung. Haha, syok bener.


Pas di dekat ujung Jalan Raya Kalidawir ada gang menurun ke arah timur. Jalannya tidak terlalu lebar, tetapi sudah dicor beton rapi sehingga terlihat cukup mudah dilewati. Aku mendapat firasat jalan itu bisa dilalui, maka kutawarkan untuk lewat situ saja. Dian dan Vika setuju, jadi kami lewat situ.

Awalnya aku agak syok karena kami lewat ladang-ladang tepi hutan, ga terlihat ada rumah penduduk. Setelah melewati jembatan, kami menemui persimpangan. Dengan pedenya, aku milih belok ke kiri, berharap kami akan mencapai jalan yang benar. Kemudian kami ketemu belokan lagi, dan lagi. Aku berusaha supaya kami bisa mengarah ke utara.


Garis warna hijau terang itu Jalan Raya Kalidawir. Garis merah adalah rute yang gue rencanakan buat dilewati. Garis kuning adalah rute kami waktu berangkat dan nyasar di Desa Manding.
Selepas melewati Balai Desa Manding, kami tiba di ujung perkampungan dan sampai di ladang-ladang lagi. Aku jadi semakin syok karena sepertinya kami tersesat. Gue merasa gagal sebagai penunjuk arah (ya sebetulnya gue emang ga tau jalan sih). Penuh harapan kami melanjutkan perjalanan dan menemukan sebuah sungai yang indah sekali (yang sayangnya tidak sempat kufoto). Setelah melewati sungai, kami melewati jalan menanjak yang cukup curam dan kemudian tiba di persimpangan jalan yang lebih lebar. Di situ aku merasa bahwa kami tiba di jalan yang benar.

Kami mengambil jalan ke arah timur. Di sebuah belokan, kami menemukan patok yang bertulisan 'Desa Panggunguni'. Wah, senangnya, kami memang berada di jalan yang benar. Kami melanjutkan perjalanan ke utara dan menemukan papan pentunjuk yang bertuliskan 'Tempat Parkir Danau Biru'. Kami telah sampai ke tempat yang kami tuju!


Pas di depan tempat parkir terdapat cekungan besar (mungkin lebih tepat disebut kubangan daripada danau) yang berisi air berwarna biru toska. Airnya benar-benar biru! Lebih biru daripada langit pagi yang cerah. Dian dan Vika pun berebutan minta difoto.


Airnya tenang bak cermin warna biru.



Menurut cerita, Puthuk Krebet ini dulunya adalah lokasi pertambangan batu perhiasan; mungkin sejenis lapis lazuli, opal, atau agate. Pengusaha tambang itumenggali-gali tanah di Desa Panggunguni ini, namun kemudian kabur dan menelantarkan lahan bekas galian. Bukit yang ditambang terlanjur tandus, dan tidak direklamasi sehingga meninggalkan beberapa lubang bekas galian. Nah, lubang-lubang inilah yang kemudian terisi air menjadi semacam danau kecil. Air yang menggenang menjadi berwarna karena melarutkan mineral-mineral tambang yang tersisa.


Saking gersangnya, cuma beberapa jenis semak dan tanaman paku aja yang tumbuh di sekitar kubangan.
Kubangan berisi air biru tidak hanya ada di depan tempat parkir saja. Di sisi kiri jalan menuju tempat parkir ada sebuah kubangan dengan air biru toska juga. Tapi yang satu ini dikelilingi tebing batu tinggi. Suasananya jadi tenang dan agung. Sayangnya ada beberapa sampah plastik berserakan yang merusak pemandangan.


Di sini suara kita agak bergema karena dikelilingi tebing.


Balik lagi ke tempat parkir, dari sana ada jalan menanjak menuju puncak bukit. Karena panasaran, kami berjalan ke sana. Jalannya cukup terjal. Apalagi karena sudah mulai memasuki musim kemarau, debu-debu bertebaran. Ditambah panas matahari yang cukup menyengat, lumayan juga tenaga yang harus dikeluarkan untuk mencapai puncak.


Tejal, panas, dan berdebu.
Sesampainya di puncak, kami mendapati sebuah kubangan lagi yang berisi air berwarna hitam. Begitu gelap warnanya, sampai-sampai kalau dilihat dari atas seperti lubang tak berdasar.


Begitu gelap warna airnya hingga dasarnya tidak terlihat.

Itu biru-biru bukan karena vandalisme, tapi emang warna batunya biru begitu.

Adakah yang bisa menemukan sandal pada gambar di atas?
Puas berfoto, kami mencoba mencari kubangan lain. Vika bilang temannya sempat berfoto di danau kecil memanjang. Kami pun berjalan ke arah barat laut yang agak menanjak. Di sana ternyata memang ada sebuah kubangan berisi air berwarna hijau viridian. Dasar kubangan cukup dalam, sementara kami berdiri di tepiannya yang terjal. Jadi harus berhati-hati saat ada di sana.


Di foto jadi kelihatan hitam, padahal aslinya hijau.
Aku lihat ke peta lagi, sepertinya ada sebuah kubangan lagi di balik danau hitam. Aku menaiki lereng danau hitam dan mendapati sebuah kubangan yang lebih kecil di baliknya. Kami bertiga kesana untuk melihat-lihat. Kubangan kelima yang kami temui ini memang lebih kecil dan lebih dangkal dari empat kubangan lainnya. Warna airnya hijau terang.


Kubangan yang ini sepertinya hampir kering.


Kalau diperhatikan, air di setiap kubangan sepertinya terus menyusut dari waktu ke waktu. Apalagi sekarang masuk musim kemarau. Kami perhatikan hanya danau biru di tempat parkir saja yang mendapat aliran air dari sungai kecil (dan alirannya pun benar-benar kecil sekali). Keempat kubangan yang lain benar-benar putus dari sumber air dan sepertinya hanya menampung sisa-sisa air hujan yang tidak terserap tanah. Beberapa bulan ke depan mungkin akan ada kubangan yang mengering. Sungguh beruntung karena kami bisa menemui lima danau kecil. Kalau di musim hujan, entah ada berapa kubangan di sana.


Peta Kawasan Puthuk Krebet per 23 Mei 2015
Puas berfoto (yang kebanyakan adalah foto Dian, atau Vika, atau keduanya), kami pun pulang. Kami sepakat mengambil jalan yang 'benar' alias bukan jalan yang dilewati waktu berangkat tadi. Awalnya sih seneng, tapi lama-lama senep. Iya sih, jalannya lebih lebar, tapi kualitasnya putus-putus. Ada aja cor-coran yang rusak. Lebih banyak lagi makadam berbatu-batu. Kecuraman lerengnya? Wu.... ekstrim ulala~~~. Lebih syok lagi, mendekati Jalan Raya Kalidawir, jalannya menyempit. Pantesan waktu lewat jalan raya ga kelihatan; selain jalannya emang imut, pun pake diapit pertokoan sehingga ga begitu keliatan. Emang aneh, tapi kami bersyukur walau berangkatnya nyasar, namun jalannya bagus mulus bener. Lebih bersyukur lagi, bisa pulang dengan selamat.

Selasa, 14 April 2015

Gawat Darurat

Ada hal yang terjadi di desa sebelah yang cukup membuatku tidak tenang. Bahkan hingga sekarang masih membuatku terbayang-bayang. Aku harus bertindak sesegera mungkin supaya hal ini tidak bertambah runyam.

Beberapa minggu yang lalu aku dikabari salah seorang teman bahwa tepi jalan perempatan desanya sedang ditanami kembang kertas oleh kelompok karang taruna. Well, aku sendiri nggak yakin anggota karang taruna sana masih muda, palingan juga udah mulai berumur. Awalnya sih aku nggak tertarik ya, tapi lama-lama penasaran juga hasilnya kaya gimana.

Aku pun berkunjung ke sana. Dan wow wow wow wow! Di tepian jalan berderet-deret kembang kertas (Zinnia elegans) bermekaran. Warna-warni pula. Emang sih ya, 'cuma' kembang kertas. Tapi aku sendiri sejak dulu meyakini bahwa kembang dari kelompok Asteraceae sebetulnya memang indah. Apalagi kalau menanamnya berderet-deret. Haduh, biarpun cuma perempatan kecil, samping sawah pula, tapi kelihatannya jadi keren. Aku kan jadi pengin punya juga.

Tapi kalau ingat bahwa yang menanam itu kelompok karang taruna, harga diri gue jadi agak terusik. Ya iyalah, masa gue kalah sama aki-aki kampung sebelah? Gue juga bisa bikin yang kaya gitu. Cuma gue musti nyari tanah dulu buat ditanami, soalnya halaman depan sama empang sudah tidak begitu memungkinkan untuk ditambah tanaman lagi. Ditambah, Gue gue kalah start.

Lebih gawat lagi, rumah-rumah sekitar perempatan ikut-ikutan menanam bunga yang sama. Bisa diperkirakan, beberapa minggu lagi Boyolangu bakalan kalah indah nih. Ini memang tidak bisa dibiarkan. Aku harus segera melakukan seusatu.


***

Oke, tulisan pembuka tadi emang lebay. Tapi gue ngga bohong kalau perempatan Kendalbulur jadi kelihatan oke gegara tanaman Zinnia yang lagi blooming. Gue harap gang depan rumah gue juga bisa kaya gitu, kalau perlu lebih indah.

















Ralat per 16 Mei 2015: Ketika aku main ke rumah temen dan lewat perempatan Kendalbulur, aku melihat beberapa pemuda tengah menyiangi tanaman bunga. Sepertinya merekalah anggota karang taruna. Jadi sebetulnya mereka bukan aki-aki seperti yang kutulis di atas, hihihihi....

Jumat, 13 Februari 2015

Ayo Bangun dari Hiatus

Well, gue sebetulnya lagi ga ada ide postingan buat ngisi blog. Tapi karena udah terlalu lama hiatus (postingan terakhir dibuat September tahun lalu), diisi apa aja lah.
Partitur ini sebetulnya belum selesai (grrr....). Ini cuma kerangkanya aja. Bait pertama udah dibikin, tapi bait keduanya masih kosong melompong. Ya seenggaknya dipublikasikan dulu deh ya.



Selasa, 06 Januari 2015

Senna alata Berbunga

Hore...! Akhirnya kembang Senna alata yang kutanam di pinggir empang berbunga. Warna kuning cerah, cantik banget. Bunganya lumayan banyak yang mekar.

Aku udah ga ingat kapan aku mulai menanam candle tree ini. Yang jelas, dulu waktu kupindah dari pot ke tanah tingginya masih 10-an cm. Sekarang? Udah lebih tinggi dari tubuhku.

Nih gambar-gambanya.






Tau nggak yang paling bikin seneng apa? Ada kumbang-kumbang hitam berpunggung kuning yang mengerubungi pohon ini! Aga susah sih difoto, soalnya terbangnya lumayan gesit. Ini yang berhasil kufoto.